Pelestarian dan Pengawetan Koleksi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di dalam sebuah perpustakaan, International
Federation of library Association atau yang lebih dikenal dengan singkatan
IFLA memiliki peran sangat penting terutama dalam upaya pelestarian dan
pengawetan terhadap koleksi, baik itu dalam bentuk cetak maupun koleksi yang
berbentuk non-cetak. IFLA adalah badan internasional terkemuka yang mewakili
kepentingan layanan perpustakaan dan informasi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:935) perawatan berarti proses, cara, perbuatan
merawat, pemeliharaan, dan penyelenggaraan. Sedangkan bahan pustaka adalah
salah satu unsur penting dalam sebuah sistem perpustakaan, sehingga harus
dirawat dan dilestarikan mengingat nilainya yang mahal. Jadi perawatan bahan
pustaka berarti cara merawat dan memelihara bahan pustaka. Bahan pustaka bisa
berupa buku, terbitan berkala (surat kabar dan majalah), dan bahan audiovisual
seperti audio, kaset, vidio, dan sebagainya.
Adapun proses perawatan koleksi biasa dilakukan di dalam sebuah
perpustakaan. Perpustakaan sendiri merupakan tempat untuk memperoleh beragam
sumber informasi bagi pemustaka, baik yang sedang melakukan penelitian, mengerjakan
tugas, karya ilmiah atau sekedar ingin mendapatkan informasi mengenai berbagai
hal. Salah satu fungsi perpustakaan
yaitu sebagai suatu lembaga pelayanan informasi (information services) bertindak sebagai penghubung antara pemustaka
dan dunia sumber-sumber informasi, baik dalam bentuk tercetak maupun dalam
bentuk lain (non cetak).
Oleh
karena itu, untuk menjunjang pelestarian dan pengawetan terhadap koleksi yang
terdapat di perputakaan hendaknya berpedoman pada IFLA, karena di dalam IFLA
semua yang berkenaan dengan perpustakaan baik itu preservasi, konservasi, dan
restorasi sudah dibahas didalamnya.
Berdasarkan
latar belakang di atas, saya tertarik untuk melakukan observasi di perpustakaan
Baiturrahman, yaitu salah satu perpustakaan masjid yang berada Masjid Raya
Baiturrahman, Banda Aceh. Karena seperti yang diketahui, perpustakaan tersebut
pernah tutup akibat koleksi-koleksinya yang hilang akibat diterjengnya
gelombang tsunami pada 26 Desember 2004 silam.
B.
Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah dari hasil observasi yang saya lakukan di perpustakaan
Baiturrahman ialah:
1.
Apa Itu IFLA?
2.
Apakah Tujuan dan Nilai-nilai Yang
Terkandung Didalam IFLA?
3.
Apakah Perpustakaan Yang Ada Di Masjid
Raya Baiturrahman Sudah Memenuhi Standarisasi Dari IFLA?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk Mengetahui Pengertian IFLA.
2.
Untuk Mengetahuan Tujuan dan Nilai-nilai
Yang Terkandung Didalam IFLA.
3.
Untuk Mengetahui Apakah Perpustakaan Di
Masjid Raya Baiturrahman Sudah Memenuhi Standarisasi Dari IFLA?
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Pengertian IFLA
IFLA
(International Federation of Library Association) adalah
badan internasional terkemuka yang mewakili kepentingan layanan perpustakaan
yang mewakili kepentingan layanan perpustakaan dan informasi. IFLA didirikan
pada tahun 1927 di Edinburgh, Skotlandia pada sebuah koferensi internasional.
IFLA adalah organisasi independen, international, non-pemerintah, dan bukan
organisasi nirlaba.
B. Tujuan Dan Nilai-nilai Yang
Terkandung Didalam IFLA
1.
Memajukan standar ketentuan yang tinggi
serta penyampaian layanan perpustakaan dan informasi.
2.
Mendorong pemahaman yang luas tentang
nilai perpustakaan dan layanan informasi yang baik.
3.
Pengesahan prinsip kebebasan akses
terhadap informasi, gagasan dan karya imajinasi dan kebebasan berekspresi yang
terkandung dalam Pasal 19 dari Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia.
4.
Kepercayaan bahwa setiap orang,
masyarakat, dan organisasi membutuhkan akses universal dan setara terhadap
informasi, gagasan dan karya imajinasi untuk kesejahteraan sosial, pendidikan,
budaya, demokrasi, dan ekonomi.
5.
Keyakinan bahwa penyampaian layanan
perpustakaan dan informasi berkualitas tinggi
membantu menjamin akses tersebut.
6.
Komitmen untuk memungkinkan semua
anggota federasi untuk terlibat, dan mendapatkan keuntungan dari kegiatannya
tanpa memperhatikan kewarganegaraan, kecacatan, asal etnis, jenis kelamin,
lokasi geografis, bahasa, filsafat politik, tas, ataupun agama.
7.
Mewakili kepentingan anggota di seluruh
dunia.
C. Standarisasi IFLA terhadap
Perpustakaan
Di
dalam perpustakaan pastinya pustakawan tidak asing lagi dengan namanya
pelestarian dan pengawetan koleksi, karena setiap koleksi perpustakaan perlu
diadakan yang namanya preservasi,
konservasi, dan restorasi.
Menurut
International Federation of Library
Association (IFLA), preservasi
adalah suatu kegiatan yang mencakup semua aspek usaha melestarikan bahan
pustaka, keuangan, ketegangan, metode, dan teknik, serta penyimpanan. Konservasi adalah kegiatan pengawetan
yang dibatasi pada kebijaksanaan dan cara khusus dalam melindungi bahan pustaka
dan arsip untuk dilestarikan. Restorasi adalah
proses perbaikan yang menunjuk pada pertimbangan dan cara yang digunakan untuk
memperbaiki bahan pustaka dan arsip yang rusak.
Pelestarian
bahan pustaka merupakan salah satu hal penting bagi keberadaan perpustakaan
selain pengadaan, pengolahan, dan pelayanan yang diberikan oleh pihak
perpustakaan. Keberadaan bahan pustaka yang patut dilestarikan merupakan salah
satu unsur penting dalam sebuah sistem perpustakaan selain ruangan atau gedung,
peralatan/perabot, tenaga, dan anggarana.
Faktor-faktor
yang dapat merusak koleksi buku terbagi dalam dua faktor, yaitu:
1.
Faktor internal, faktor yang timbul dari
dalam yaitu faktor kerusakan yang disebabkan oleh koleksi tersebut.
2.
Faktor eksternal, faktor yang timbul
dari luar. Faktor ekternal dikelopokkan dalam tiga faktor lainnya, yaitu:
a.
Faktor biologi, contohnya seperti kutu
buku, raya, tikus, dan sebagainya)
b.
Faktor kimiawi, contohnya seperti
debu-debu
c.
Faktor manusia dan bencana alam,
contohnya kebakaran, banjir, dan bencana alam lainnya.
Dari
beberapa faktor tersebut, sebelum koleksi yang ada menjadi punah bisa dilakukan
pencegahannya yaitu dengan cara fumigasi (pencegahan menggunakan gas yang
berfungsi untuk membunuh rayap dan sejenisnya) dan biasanya dilakukan ketika koleksi
memang sudah tidak dapat diperbaiki satu persatu, sehingga dilakukan proses
fumigasi.
Selain
beberapa faktor di atas, suhu dan kelembapan terhadap ruangan koleksi juga
harus dijaga agar tidak merusak koleksi. Suhu ataupun kelembapan terhadap
koleksi yang tidak sesuai dengan ketentuan atau terlalu tinggi ataupun terlalu
rendah dapat merusak koleksi secara perlahan. Oleh karena itu, suhu dan
kelembapan terhadap ruang koleksi yang baik adalah 22°C - 24°C, dan kelembapan
yang baik untuk ruang penyimpanan koleksi adalah 50% - 55%.
BAB III
HASIL OBSERVASI
Pada
tanggal 02 Juli 2018, sekitar pukul 14.43 WIB, saya mengunjungi sebuah
perpustakaan yang berada di pusat kota Banda Aceh. Perpustakaan yang kami
kunjungi yaitu perpustakaan Masjid Raya Baiturrahman. Perpustakaan tersebut
terletak di sebelah kanan masjid dan masih memiliki satu atab dengan mesjid dan
sangat strategis untuk dikunjungi karena dekat dengan pintu gerbang belakang
masjid Raya Baiturrahman. Adapun tujuan dan maksud saya mengunjungi
perpustakaan Masjid Raya Baiturrahman ialah untuk melakukan observasi mengenai
bagaimana cara pelestarian dan cara pengawetan koleksi yang dilakukan di
perpustakaan tersebut.
Banyak
informasi yang saya peroleh dari pustakawan yang ada di perpustakaan Masjid
Raya Baiturrahman yaitu ibu Nur Masyitah, beliau adalah salah seorang lulusan
sarjana ilmu perpustakaan yang saat ini bekerja di perpustakaan Masjid Raya
Baiturrahman.
Terdapat
beberapa poin penting dari hasil observasi yang saya lakukan di perpustakaan
Mesjid Raya Baiturrahman melalui proses wawancara, yaitu:
a. Apa saja larangan-larangan yang ada
di perpustakaan Baiturrahman ini?
Adapun
larangan-larangan dalam perpustakaan adalah dilarang membawa masuk makanan ke
dalam perpustakaan, dilarang melipat bagian dari buku sebagai tanda bacaan
ataupun sebagai tanda lainnya, dan dilarang menekan buku pada saat memfoto kopi
buku, hal ini dilarang agar koleksi tidak cepat rusak.
b. Apakah koleksi yang ada di
perpustakaan saat ini adalah koleksi baru atau koleksi-koleksi lama?
Setelah
terjadinya tsunami, banyak sekali koleksi-koleksi ataupun naskah kuno yang
hilang akibat terbawa oleh gelombong tsunami, sehingga pada perpustakaan lebih banyak
terdapat koleksi-koleksi lama yang seadanya dimana koleksi-koleksi disinipiun adalah
sumbangan dari Negeri Jiran Malaysia, Brunai Darussaam, dan pihak-pihak
lainnya.
c. Apakah koleksi-koleksi yang ada di
perpustakaan ini ada dialih mediakan, misalnya dalam setiap koleksi ada dalam
bentuk softcopynya?
Koleksi
yang berada di perpustakaan tersebut tidak dialih mediakan yaitu masih dalam
bentuk buku, disana tidak terdapat koleksi yang berbentuk softcopy.
d. Jika terdapat koleksi yang rusak,
apakah ada tindakan yang dilakukan untuk upaya memperbaiki kembali koleksi agak
tidak semakin rusak?
Ada,
jika terdapat koleksi yang rusak akibat sobekan atau lepas dari halaman buku,
maka pustakawan akan menjilid kembali pada bagian koleksi yang rusak.
e. Sejauh ini, adakah perbaikan
koleksi yang menggunakan tisu jepang atau semacamnya selain dari proses penjilidan?
Belum,
di perpustakaan Masjid Raya sendiri belum pernah menggunakan tisu jepang
sebagai alat dalam proses peribaikan terhadap koleksi yang rusak.
f.
Dalam
jangka berapa hari sekali pembersihan koleksi terhadap buku pada rak dilakukan?
Pembersihan
koleksi terhadap debu pada rak dilakukan dalam jangka waktu satu minggu sekali.
g. Karena cuaca tidak bisa pastikan,
adakah kendala yang dihadapi sampai saat ini? Misalnya bencana alam yang
tiba-tiba datang, bagaimana cara pihak pemustaka menghadapinya?
Kendala
dari bencana alam yang sering dialami oleh pihak perpustakaan adalah ketika
hujan turun, jika hujan yang turun tergolong biasa dalam jangka waktu 1x12 jam
maka pihak pustakawan harus siap siaga. Namun jika hujan yang turun lebat
disertai angin kencang dalam jangka waktu 3-4 jam pihak pustakawan akan segera
memindahkan koleksi yang rendah ke tempat yang lebih tinggi guna untuk
antisipasi agar tidak ada koleksi yang rusak karena banjir. Pasalanya di
perpustakaan terdapat ruang yang lebih rendah dari ruang lainnya, yaitu ruang
referensi yang terletak di bagian belakang.
h. Di perpustakaan ini pencahayaan
menggunakan lampu atau sinar matahari
Pencahayaan
yang digunakan di perpustakaan hanya mengandalkan pada lampu listrik saja,
walaupun diperpustakaan juga terdapat beberapa jendela namun setiap jendela
ditutupi oleh gorden-gorden agar tidak masuk cahaya matahari secara langsung
dan mengenai koleksi-koleksi pada rak. Penggunaan cahaya menggunakan lampupun
hanya pada saat ada pengunjung perpustakaan saja, baik itu pustakawan maupun
pemustaka. Jika tidak ada seorangpun di dalam perpustakaan maka semua lampu
akan dimatikan.
i.
Biasanya
berapakah suhu yang digunakan di dalam perputaskaan?
Untuk
suhu yang digunakan di dalam perpustakaan tersebut menggunakan AC (Air Conditioner) dengan skala 18°C.
Sama
halnya dengan lampu, AC hanya digunakan saat adanya pustakawan , ketika
perpustakaan tidak ada pemustaka maka AC akan dimatikan total.
j.
Apakah
di perpustakaan terdapat alat pendeteksi, seperti jam alaran saat kebakaran
atau gas penyemprot api?
Tidak,
alat-alat tersebut hanya berada di bagian mesjid lainnya.
k. Jika dilihat dari daftar
pengunjung, lebih dominan manakah antara pengunjung orang dewasa dengan
anak-anak yang datang ke perpustakaan?
Sepertinya
sama, karena di pagi-siang hari pengunjung lebih dominan dari kalangan orang
dewasa. Di sore hari pengunjung yang datang lebih banyak dari kalangan
anak-anak, terutama anak-anak dari TPQ.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
hasil observasi yang saya lakukan di perpustakaan mesjid Raya Baiturrahman,
perpustakaan tersebut belum sesuai dengan standarisasi pada IFLA. Ditinjau dari
beberapa aspek, yaitu
1.
Suhu yang diterapkan di perpustakaan
tersebut menggunakan suhu 18°C, sedangkan dari panduan IFLA suhu yang baik
untuk ruang koleksi adalah 22°-24°C. Dengan suhu yang demikian akan membuat
koleksi-koleksi yang ada rusak walau dalam jangka waktu yang perlahan.
2.
Tidak adanya pendetekti bencana seperti
jam alaram saat kebakaran.
3.
Penempatan ruang koleksi, ruang
fererensi terletak dibagian belakang dan ruangannya lebih rendah dari ruang
baca umum. Sehingga ketika hujan turun ruang referensi dan ruang pengadaanlah
yang sering terkena banjir. Padahal ruang tersebut adalah induk dari
perpustakaan. Sehingga setiap kali hujan turun pihak pustakawan harus selalu
bersiaga agar koleksi yang ada tidak rusak.
Komentar
Posting Komentar